Rabu, 20 Maret 2013

Diperkosa ayah mertua

 Diperkosa ayah mertua

Namaku Novianti. Usiaku
telah menginjak kepala tiga.
Sudah menikah setahun lebih
dan baru mempunyai seorang
bayi laki-laki. Suamiku berusia hanya lebih tua satu tahun
dariku. Kehidupan kami dapat
dikatakan sangat bahagia.
Memang kami berdua kawin
dalam umur agak terlambat
sudah diatas 30 tahun. Selewat 40 hari dari
melahirkan, suamiku masih
takut untuk berhubungan
seks. Mungkin dia masih
teringat pada waktu aku
menjerit-jerit pada saat melahirkan, memang dia juga
turut masuk ke ruang
persalinan mendampingi saya
waktu melahirkan. Di
samping itu aku memang juga
sibuk benar dengan si kecil, baik siang maupun malam
hari. Si kecil sering bangun
malam-malam, nangis dan aku
harus menyusuinya sampai
dia tidur kembali.
Sementara suamiku semakin sibuk saja di kantor, maklum
dia bekerja di sebuah kantor
Bank Pemerintah di bagian
Teknologi, jadi pulangnya
sering terlambat. Keadaan ini
berlangsung dari hari ke hari, hingga suatu saat terjadi hal
baru yang mewarnai
kehidupan kami, khususnya
kehidupan pribadiku sendiri.
Ketika itu kami mendapat
kabar bahwa ayah mertuaku yang berada di Amerika
bermaksud datang ke tempat
kami. Memang selama ini
kedua mertuaku tinggal di
Amerika bersama dengan
anak perempuan mereka yang menikah dengan orang
sana. Dia datang kali ini ke
Indonesia sendiri untuk
menyelesaikan sesuatu
urusan. Ibu mertua nggak bisa
ikut karena katanya kakinya sakit.
Ketika sampai waktu
kedatangannya, kami
menjemput di airport,
suamiku langsung mencari-
cari ayahnya. Suamiku langsung berteriak gembira
ketika menemukan sosok
seorang pria yang tengah
duduk sendiri di ruang
tunggu. Orang itu langsung
berdiri dan menghampiri kami. Ia lalu berpelukan
dengan suamiku. Saling
melepas rindu. Aku
memperhatikan mereka.
Ayah mertuaku masih
nampak muda diumurnya menjelang akhir 50-an, meski
kulihat ada beberapa helai
uban di rambutnya. Tubuhnya
yang tinggi besar, dengan
kulit gelap masih tegap dan
berotot. Kelihatannya ia tidak pernah meninggalkan
kebiasaannya berolah raga
sejak dulu. Beliau berasal dari
belahan Indonesia Timur dan
sebelum pensiun ayah mertua
adalah seorang perwira angkatan darat.
"Hei nak Novi. Apa khabar...!",
sapa ayah mertua padaku
ketika selesai berpelukan
dengan suamiku.
"Ayah, apa kabar? Sehat- sehat saja kan? Bagaimana
keadaan Ibu di Amerika..?"
balasku.
"Oh...Ibu baik-baik saja. Beliau
nggak bisa ikut, karena
kakinya agak sakit, mungkin keseleo...."
"Ayo kita ke rumah", kata
suamiku kemudian.
Sejak adanya ayah di rumah,
ada perubahan yang cukup
berarti dalam kehidupan kami. Sekarang suasana di
rumah lebih hangat, penuh
canda dan gelak tawa. Ayah
mertuaku orangnya memang
pandai membawa diri, pandai
mengambil hati orang. Dengan adanya ayah mertua, suamiku
jadi lebih betah di rumah.
Ngobrol bersama, jalan-jalan
bersama.
Akan tetapi pada hari-hari
tertentu, tetap saja pekerjaan kantornya menyita
waktunya sampai malam,
sehingga dia baru sampai
kerumah di atas jam 10
malam. Hal ini biasanya pada
hari-hari Senin setiap minggu. Sampai terjadilah peristiwa ini
pada hari Senin ketiga sejak
kedatangan ayah mertua dari
Amerika.
Sore itu aku habis senam
seperti biasanya. Memang sejak sebulan setelah
melahirkan, aku mulai giat
lagi bersenam kembali, karena
memang sebelum hamil aku
termasuk salah seorang yang
amat giat melakukan senam dan itu biasanya kulakukan
pada sore hari. Setelah merasa
cukup kuat lagi, sekarang aku
mulai bersenam lagi,
disamping untuk melemaskan
tubuh, juga kuharapkan tubuhku bisa cepat kembali
ke bentuk semula yang
langsing, karena memang
postur tubuhku termasuk
tinggi kurus akan tetapi
padat. Setelah mandi aku langsung
makan dan kemudian
meneteki si kecil di kamar.
Mungkin karena badan terasa
penat dan pegal sehabis
senam, aku jadi mengantuk dan setelah si kecil kenyang
dan tidur, aku menidurkan si
kecil di box tempat tidurnya.
Kemudian aku berbaring di
tempat tidur. Saking sudah
sangat mengantuk, tanpa terasa aku langsung tertidur.
Bahkan aku pun lupa
mengunci pintu kamar.
Setengah bermimpi, aku
merasakan tubuhku begitu
nyaman. Rasa penat dan pegal-pegal tadi seperti
berangsur hilang... Bahkan
aku merasakan tubuhku
bereaksi aneh. Rasa nyaman
sedikit demi sedikit berubah
menjadi sesuatu yang membuatku melayang-
layang. Aku seperti dibuai
oleh hembusan angin semilir
yang menerpa bagian-bagian
peka di tubuhku.
Tanpa sadar aku menggeliat merasakan semua ini sambil
melenguh perlahan. Dalam
tidurku, aku bermimpi
suamiku sedang membelai-
belai tubuhku dan kerena
memang telah cukup lama kami tidak berhubungan
badan, sejak kandunganku
berumur 8 bulan, yang berarti
sudah hampir 3 bulan
lamanya, maka terasa
suamiku sangat agresif menjelajahi bagian-bagian
sensitif dari sudut tubuhku.
Tiba-tiba aku sadar dari
tidurku... tapi kayaknya
mimpiku masih terus
berlanjut. Malah belaian, sentuhan serta remasan
suamiku ke tubuhku makin
terasa nyata. Kemudian aku
mengira ini perbuatan
suamiku yang telah kembali
dari kantor. Ketika aku membuka mataku, terlihat
cahaya terang masih
memancar masuk dari lobang
angin dikamarku, yang
berarti hari masih sore. Lagian
ini kan hari Senin, seharusnya dia baru pulang agak malam,
jadi siapa ini yang sedang
mencumbuku...
Aku segera terbangun dan
membuka mataku lebar-lebar.
Hampir saja aku menjerit sekuat tenaga begitu melihat
orang yang sedang
menggeluti tubuhku.
Ternyata... dia adalah
mertuaku sendiri. Melihat aku
terbangun, mertuaku sambil tersenyum, terus saja
melanjutkan kegiatannya
menciumi betisku. Sementara
dasterku sudah terangkat
tinggi-tinggi hingga
memperlihatkan seluruh pahaku yang putih mulus.
"Yah...!! Stop....jangan....
Yaaahhhh...!!?" jeritku dengan
suara tertahan karena takut
terdengar oleh Si Inah
pembantuku. "Nov, maafkan Bapak.... Kamu
jangan marah seperti itu dong,
sayang....!!" Ia malah berkata
seperti itu, bukannya malu
didamprat olehku.
"Ayah nggak boleh begitu, cepat keluar, saya mohon....!!",
pintaku menghiba, karena
kulihat tatapan mata
mertuaku demikian liar sambil
tangannya tak berhenti
menggerayang ke sekujur tubuhku. Aku mencoba
menggeliat bangun dan buru-
buru menurunkan daster
untuk menutupi pahaku dan
beringsut-ingsut menjauhinya
dan mepet ke ujung ranjang. Akan tetapi mertuaku makin
mendesak maju
menghampiriku dan duduk
persis di sampingku.
Tubuhnya mepet kepadaku.
Aku semakin ketakutan. "Nov... Kamu nggak kasihan
melihat Bapak seperti ini?
Ayolah, Bapak kan sudah
lama merindukan untuk bisa
menikmati badan Novi yang
langsing padat ini....!!!!", desaknya.
"Jangan berbicara begitu.
Ingat Yah... aku kan
menantumu.... istri Toni
anakmu?", jawabku mencoba
menyadarinya. "Jangan menyebut-nyebut si
Toni saat ini, Bapak tahu Toni
belum lagi menggauli nak
Novi, sejak nak Novi habis
melahirkan... Benar-benar
keterlaluan tu anak....!!, lanjutnya.
Rupanya entah dengan cara
bagaimana dia bisa
memancing hubungan kita
suami istri dari Toni. Ooooh....
benar-benar bodoh si Toni, batinku, nggak tahu kelakuan
Bapaknya.
Mertuaku sambil terus
mendesakku berkata bahwa
ia telah berhubungan dengan
banyak wanita lain selain ibu mertua dan dia tak pernah
mendapatkan wanita yang
mempunyai tubuh yang
semenarik seperti tubuhku ini.
Aku setengah tak percaya
mendengar omongannya. Ia hanya mencoba merayuku
dengan rayuan murahan dan
menganggap aku akan merasa
tersanjung.
Aku mencoba menghindar...
tapi sudah tidak ada lagi ruang gerak bagiku di sudut tempat
tidur. Ketika kutatap
wajahnya, aku melihat mimik
mukanya yang nampaknya
makin hitam karena telah
dipenuhi nafsu birahi. Aku mulai berpikir bagaimana
caranya untuk menurunkan
hasrat birahi mertuaku yang
kelihatan sudah menggebu-
gebu. Melihat caranya, aku
sadar mertuaku akan berbuat apa pun agar maksudnya
kesampaian.
Kemudian terlintas dalam
pikiranku untuk mengocok
kemaluannya saja, sehingga
nafsunya bisa tersalurkan tanpa harus memperkosa aku.
Akhirnya dengan hati-hati
kutawarkan hal itu
kepadanya.
"Yahh... biar Novi mengocok
Ayah saja ya... karena Novi nggak mau ayah
menyetubuhi Novi...
Gimana...?"
Mertuaku diam dan tampak
berpikir sejenak. Raut
mukanya kelihatan sedikit kecewa namun bercampur
sedikit lega karena aku masih
mau bernegosiasi.
"Baiklah..", kata mertuaku
seakan tidak punya pilihan
lain karena aku ngotot tak akan memberikan apa yang
dimintanya.
Mungkin inilah kesalahanku.
Aku terlalu yakin bahwa
jalan keluar ini akan meredam
keganasannya. Kupikir biasanya lelaki kalau sudah
tersalurkan pasti akan surut
nafsunya untuk kemudian
tertidur. Aku lalu menarik
celana pendeknya.
Ugh! Sialan, ternyata dia sudah tidak memakai celana dalam
lagi. Begitu celananya kutarik,
batangnya langsung melonjak
berdiri seperti ada pernya.
Aku sangat kaget dan
terkesima melihat batang kemaluan mertuaku itu....
Oooohhhh...... benar-benar
panjang dan besar. Jauh lebih
besar daripada punya Toni
suamiku. Mana hitam lagi,
dengan kepalanya yang mengkilap bulat besar sangat
tegang berdiri dengan gagah
perkasa, padahal usianya
sudah tidak muda lagi.
Tanganku bergerak canggung.
Bagaimananpun baru kali ini aku memegang kontol orang
selain milik suamiku, mana
sangat besar lagi sehingga
hampir tak bisa muat dalam
tanganku. Perlahan-lahan
tanganku menggenggam batangnya. Kudengar
lenguhan nikmat keluar dari
mulutnya seraya menyebut
namaku.
"Ooooohhh.....sssshhhh.....
Noviii...eee..eeenaaak. .. betulll..!!!" Aku mendongak
melirik kepadanya. Nampak
wajah mertuaku meringis
menahan remasan lembut
tanganku pada batangnya.
Aku mulai bergerak turun naik menyusuri batangnya
yang besar panjang dan
teramat keras itu. Sekali-
sekali ujung telunjukku
mengusap moncongnya yang
sudah licin oleh cairan yang meleleh dari liangnya.
Kudengar mertuaku kembali
melenguh merasakan ngilu
akibat usapanku. Aku tahu
dia sudah sangat bernafsu
sekali dan mungkin dalam beberapa kali kocokan ia akan
menyemburkan air maninya.
Sebentar lagi tentu akan
segera selesai sudah, pikirku
mulai tenang.
Dua menit, tiga... sampai lima menit berikutnya mertuaku
masih bertahan meski
kocokanku sudah semakin
cepat. Kurasakan tangan
mertuaku menggerayangi ke
arah dadaku. Aku kembali mengingatkan agar jangan
berbuat macam-macam.
"Nggak apa-apa .....biar cepet
keluar..", kata mertuaku
memberi alasan.
Aku tidak mengiyakan dan juga tidak menepisnya karena
kupikir ada benarnya juga.
Biar cepat selesai, kataku
dalam hati. Mertuaku
tersenyum melihatku tidak
melarangnya lagi. Ia dengan lembut dan hati-hati mulai
meremas-remas kedua
payudara di balik dasterku.
Aku memang tidak
mengenakan kutang kerena
habis menyusui si kecil tadi. Jadi remasan tangan mertua
langsung terasa karena kain
daster itu sangat tipis.
Sebagai wanita normal, aku
merasakan kenikmatan juga
atas remasan ini. Apalagi tanganku masih
menggenggam batangnya
dengan erat, setidaknya aku
mulai terpengaruh oleh
keadaan ini. Meski dalam hati
aku sudah bertekad untuk menahan diri dan melakukan
semua ini demi kebaikan
diriku juga. Karena tentunya
setelah ini selesai dia tidak
akan berbuat lebih jauh lagi
padaku. "Novi sayang.., buka ya?
Sedikit aja..", pinta mertuaku
kemudian.
"Jangan Yah. Tadi kan sudah
janji nggak akan macam-
macam..", ujarku mengingatkan.
"Sedikit aja. Ya?" desaknya
lagi seraya menggeser tali
daster dari pundakku
sehingga bagian atas tubuhku
terbuka. Aku jadi gamang dan serba salah. Sementara
bagian dada hingga ke
pinggang sudah telanjang.
Nafas mertuaku semakin
memburu kencang melihatku
setengah telanjang. "Oh.., Novii kamu benar-benar
cantik sekali....!!!", pujinya
sambil memilin-milin dengan
hati-hati puting susuku, yang
mulai basah dengan air susu.
Aku terperangah. Situasi sudah mulai mengarah pada
hal yang tidak kuinginkan.
Aku harus bertindak cepat.
Tanpa pikir panjang, langsung
kumasukkan batang
kemaluan mertuaku ke dalam mulutku dan mengulumnya
sebisa mungkin agar ia cepat-
cepat selesai dan tidak
berlanjut lebih jauh lagi. Aku
sudah tidak mempedulikan
perbuatan mertuaku pada tubuhku. Aku biarkan
tangannya dengan leluasa
menggerayang ke sekujur
tubuhku, bahkan ketika
kurasakan tangannya mulai
mengelus-elus bagian kemaluanku pun aku tak
berusaha mencegahnya. Aku
lebih berkonsentrasi untuk
segera menyelesaikan semua
ini secepatnya. Jilatan dan
kulumanku pada batang kontolnya semakin
mengganas sampai-sampai
mertuaku terengah-engah
merasakan kelihaian
permainan mulutku.
Aku tambah bersemangat dan semakin yakin dengan
kemampuanku untuk
membuatnya segera selesai.
Keyakinanku ini ternyata
berakibat fatal bagiku. Sudah
hampir setengah jam, aku belum melihat tanda-tanda
apapun dari mertuaku. Aku
jadi penasaran, sekaligus
merasa tertantang. Suamiku
pun yang sudah terbiasa
denganku, bila sudah kukeluarkan kemampuan
seperti ini pasti takkan
bertahan lama. Tapi kenapa
dengan mertuaku ini? Apa ia
memakai obat kuat?
Saking penasarannya, aku jadi kurang memperhatikan
perbuatan mertuaku padaku.
Entah sejak kapan daster
tidurku sudah terlepas dari
tubuhku. Aku baru sadar
ketika mertuaku berusaha menarik celana dalamku dan
itu pun terlambat!
Begitu menengok ke bawah,
celana itu baru saja terlepas
dari ujung kakiku. Aku sudah
telanjang bulat! Ya ampun, kenapa kubiarkan semua ini
terjadi. Aku menyesal kenapa
memulainya. Ternyata
kejadiannya tidak seperti
yang kurencanakan. Aku
terlalu sombong dengan keyakinanku. Kini semuanya
sudah terlambat. Berantakan
semuanya! Pekikku dalam
hati penuh penyesalan. Situasi
semakin tak terkendali. Lagi-
lagi aku kecolongan. Mertuaku dengan lihainya dan
tanpa kusadari sudah
membalikkan tubuhku hingga
berlawanan dengan posisi
tubuhnya. Kepalaku berada di
bawahnya sementara kepalanya berada di
bawahku. Kami sudah berada
dalam posisi enam sembilan!
Tak lama kemudian
kurasakan sentuhan lembut di
seputar selangkanganku. Tubuhku langsung bereaksi
dan tanpa sadar aku menjerit
lirih.
Suka tidak suka, mau tidak
mau, kurasakan kenikmatan
cumbuan mertuaku di sekitar itu. Akh luar biasa! Aku
menjerit dalam hati sambil
menyesali diri. Aku marah
pada diriku sendiri, terutama
pada tubuhku sendiri yang
sudah tidak mau mengikuti perintah pikiran sehatku.
Tubuhku meliuk-liuk
mengikuti irama permainan
lidah mertuaku. Kedua
pahaku mengempit kepalanya
seolah ingin membenamkan wajah itu ke dalam
selangkanganku. Kuakui ia
memang pandai membuat
birahiku memuncak. Kini aku
sudah lupa dengan siasat
semula. Aku sudah terbawa arus. Aku malah ingin
mengimbangi permainannya.
Mulutku bermain dengan
lincah. Batangnya kukempit
dengan buah dadaku yang
membusung penuh dan kenyal. Maklum, masih
menyusui.
Sementara kontol itu
bergerak di antara buah
dadaku, mulutku tak pernah
lepas mengulumnya. Tanpa kusadari kami saling
mencumbu bagian vital
masing-masing selama lima
belas menit. Aku semakin
yakin kalau mertuaku
memakai obat kuat. Ia sama sekali belum memperlihatkan
tanda-tanda akan keluar,
sementara aku sudah mulai
merasakan desiran-desiran
kuat bergerak cepat ke arah
pusat kewanitaanku. Jilatan dan hisapan mulut mertuaku
benar-benar membuatku tak
berdaya.
Aku semakin tak terkendali.
Pinggulku meliuk-liuk liar.
Tubuhku mengejang, seluruh aliran darah serasa terhenti
dan aku tak kuasa untuk
menahan desakan kuat
gelombang lahar panas yang
mengalir begitu cepat.
"Oooohhhhh.......aaaa....aaaaa.... ..aaauugghhhhhhh hh..!!!!!"
aku menjerit lirih begitu aliran
itu mendobrak pertahananku.
Kurasakan cairan
kewanitaanku menyembur
tak tertahankan. Tubuhku menggelepar seperti ikan
terlempar ke darat merasakan
kenikmatan ini. Aku terkulai
lemas sementara batang
kontol mertuaku masih
berada dalam genggamanku dan masih mengacung dengan
gagahnya, bahkan terasa
makin kencang saja.
Aku mengeluh karena tak
punya pilihan lain. Sudah
kepalang basah. Aku sudah tidak mempunyai cukup
tenaga lagi untuk
mempertahankan
kehormatanku, aku hanya
tergolek lemah tak berdaya
saat mertuaku mulai menindih tubuhku. Dengan lembut ia
mengusap wajahku dan
berkata betapa cantiknya aku
sekarang ini.
"Noviii.....kau sungguh cantik.
Tubuhmu indah dan langsing tapi padat berisi..,
mmpphh..!!!", katanya sambil
menciumi bibirku, mencoba
membuka bibirku dengan
lidahnya.
Aku seakan terpesona oleh pujiannya. Cumbu rayunya
begitu menggairahkanku.
Aku diperlakukan bagai
sebuah porselen yang mudah
pecah. Begitu lembut dan hati-
hati. Hatiku entah mengapa semakin melambung tinggi
mendengar semua
kekagumannya terhadap
tubuhku.
Wajahku yang cantik,
tubuhku yang indah dan berisi. Payudaraku yang
membusung penuh dan
menggantung indah di dada.
Permukaan agak
menggembung, pinggul yang
membulat padat berisi menyambung dengan buah
pantatku yang `bahenol'.
Diwajah mertuaku kulihat
memperlihatkan ekspresi
kekaguman yang tak
terhingga saat matanya menatap nanar ke arah
lembah bukit di sekitar
selangkanganku yang baru
numbuh bulu-bulu hitam
pendek, dengan warna
kultiku yang putih mulus. Kurasakan tangannya
mengelus paha bagian dalam.
Aku mendesis dan tanpa sadar
membuka kedua kakiku yang
tadinya merapat.
Mertuaku menempatkan diri di antara kedua kakiku yang
terbuka lebar. Kurasakan
kepala kontolnya yang besar
ditempelkan pada bibir
kemaluanku. Digesek-gesek,
mulai dari atas sampai ke bawah. Naik turun. Aku
merasa ngilu bercampur geli
dan nikmat. Cairan yang
masih tersisa di sekitar itu
membuat gesekannya
semakin lancar karena licin. Aku terengah-engah
merasakannya. Kelihatannya
ia sengaja melakukan itu.
Apalagi saat moncong
kontolnya itu menggesek-
gesek kelentitku yang sudah menegang. Mertuaku menatap
tajam melihat reaksiku. Aku
balas menatap seolah
memintanya untuk segera
memasuki diriku secepatnya.
Ia tahu persis apa yang kurasakan saat itu. Namun
kelihatannya ia ingin
melihatku menderita oleh
siksaan nafsuku sendiri.
Kuakui memang aku sudah
tak tahan untuk segera menikmati batang kontolnya
dalam memekku. Aku ingin
segera membuatnya `KO'.
Terus terang aku sangat
penasaran dengan
keperkasaannya. Kuingin buktikan bahwa aku bisa
membuatnya cepat-cepat
mencapai puncak kenikmatan.
"Yah..?" panggilku menghiba.
"Apa sayang...", jawabnya
seraya tersenyum melihatku tersiksa.
"Cepetan..yaaahhhhh.......!!!"
"Sabar sayang. Kamu ingin
Bapak berbuat apa.......?"
tanyanya pura-pura tak
mengerti. Aku tak menjawab. Tentu
saja aku malu
mengatakannya secara
terbuka apa keinginanku saat
itu. Namun mertuaku
sepertinya ingin mendengarnya langsung dari
bibirku. Ia sengaja mengulur-
ulur dengan hanya
menggesek-gesekan
kontolnya. Sementara aku
benar-benar sudah tak tahan lagi mengekang birahiku.
"Novii....iiii... iiiingiiinnnn
aaa...aaayahhhh....se....se..
seeegeeeraaaa ma...
masukin..!!!", kataku terbata-
bata dengan terpaksa. Aku sebenarnya sangat malu
mengatakan ini. Aku yang
tadi begitu ngotot tidak akan
memberikan tubuhku
padanya, kini malah meminta-
minta. Perempuan macam apa aku ini!?
"Apanya yang
dimasukin.......!!", tanyanya
lagi seperti mengejek.
"Aaaaaaggggkkkkkhhhhh.....
ya...yaaaahhhh. Ja.....ja....Jaaangan siksa
Noviiii..!!!"
"Bapak tidak bermaksud
menyiksa kamu sayang......!!"
"Oooooohhhhhh..,
Yaaaahhhh... Noviii ingin dimasukin kontol ayah ke
dalam memek Novi......
uugghhhh..!!!"
Aku kali ini sudah tak malu-
malu lagi mengatakannya
dengan vulgar saking tak tahannya menanggung
gelombang birahi yang
menggebu-gebu. Aku merasa
seperti wanita jalang yang
haus seks. Aku hampir tak
percaya mendengar ucapan itu keluar dari bibirku sendiri.
Tapi apa mau dikata, memang
aku sangat menginginkannya
segera.
"Baiklah sayang. Tapi pelan-
pelan ya", kata mertuaku dengan penuh kemenangan
telah berhasil menaklukan
diriku.
"Uugghh..", aku melenguh
merasakan desakan batang
kontolnya yang besar itu. Aku menunggu cukup lama
gerakan kontol mertuaku
memasuki diriku. Serasa tak
sampai-sampai. Selain besar,
kontol mertuaku sangat
panjang juga. Aku sampai menahan nafas saat
batangnya terasa mentok di
dalam. Rasanya sampai ke ulu
hati. Aku baru bernafas lega
ketika seluruh batangnya
amblas di dalam. Mertuaku mulai
menggerakkan pinggulnya
perlahan-lahan. Satu, dua dan
tiga tusukan mulai berjalan
lancar. Semakin
membanjirnya cairan dalam liang memekku membuat
kontol mertuaku keluar
masuk dengan lancarnya. Aku
mengimbangi dengan gerakan
pinggulku. Meliuk perlahan.
Naik turun mengikuti irama tusukannya.
Gerakan kami semakin lama
semakin meningkat cepat dan
bertambah liar. Gerakanku
sudah tidak beraturan karena
yang penting bagiku tusukan itu mencapai bagian-bagian
peka di dalam relung
kewanitaanku. Dia tahu persis
apa yang kuinginkan.
Ia bisa mengarahkan
batangnya dengan tepat ke sasaran. Aku bagaikan berada
di awang-awang merasakan
kenikmatan yang luar biasa
ini. Batang mertuaku menjejal
penuh seluruh isi liangku, tak
ada sedikitpun ruang yang tersisa hingga gesekan batang
itu sangat terasa di seluruh
dinding vaginaku.
"Aduuhh.. auuffhh..,
nngghh..!!!", aku merintih,
melenguh dan mengerang merasakan semua
kenikmatan ini.
Kembali aku mengakui
keperkasaan dan kelihaian
mertuaku di atas ranjang. Ia
begitu hebat, jantan dan entah apalagi sebutan yang pantas
kuberikan padanya. Toni
suamiku tidak ada apa-apanya
dibandingkan ayahnya yang
bejat ini. Yang pasti aku
merasakan kepuasan tak terhingga bercinta dengannya
meski kusadari perbuatan ini
sangat terlarang dan akan
mengakibatkan permasalahan
besar nantinya. Tetapi saat itu
aku sudah tak perduli dan takkan menyesali
kenikmatan yang kualami.
Mertuaku bergerak semakin
cepat. Kontolnya bertubi-tubi
menusuk daerah-daerah
sensitive. Aku meregang tak kuasa menahan desiran-
desiran yang mulai
berdatangan seperti
gelombang mendobrak
pertahananku. Sementara
mertuaku dengan gagahnya masih mengayunkan
pinggulnya naik turun, ke kiri
dan ke kanan. Eranganku
semakin keras terdengar
seiring dengan gelombang
dahsyat yang semakin mendekati puncaknya.
Melihat reaksiku, mertuaku
mempercepat gerakannya.
Batang kontolnya yang besar
dan panjang itu keluar masuk
dengan cepatnya seakan tak memperdulikan liangku yang
sempit itu akan terkoyak
akibatnya. Kulihat tubuh
mertuaku sudah basah
bermandikan keringat. Aku
pun demikian. Tubuhku yang berkeringat nampak
mengkilat terkena sinar
lampu kamar.
Aku mencoba meraih tubuh
mertuaku untuk
mendekapnya. Dan disaat-saat kritis, aku berhasil
memeluknya dengan erat.
Kurengkuh seluruh tubuhnya
sehingga menindih tubuhku
dengan erat. Kurasakan
tonjolan otot-ototnya yang masih keras dan pejal di
sekujur tubuhku.
Kubenamkan wajahku di
samping bahunya. Pinggul
kuangkat tinggi-tinggi
sementara kedua tanganku menggapai buah pantatnya
dan menarik kuat-kuat.
Kurasakan semburan demi
semburan memancar kencang
dari dalam diriku. Aku
meregang seperti ayam yang baru dipotong. Tubuhku
mengejang-ngejang di atas
puncak kenikmatan yang
kualami untuk kedua kalinya
saat itu.
"Yaaaah.., ooooohhhhhhh.., Yaaaahhhhh..eeee...
eeennnaaaakkkkkkkk...!!!"
Hanya itu yang bisa keluar
dari mulutku saking
dahsyatnya kenikmatan yang
kualami bersamanya. "Sayang nikmatilah semua ini.
Bapak ingin kamu dapat
merasakan kepuasan yang
sesungguhnya belum pernah
kamu alami....", bisik ayah
dengan mesranya. "Bapak sayang padamu,
Bapak cinta padamu.... Bapak
ingin melampiaskan
kerinduan yang menyesak
selama ini..", lanjutnya tak
henti-henti membisikan untaian kata-kata indah yang
terdengar begitu romantis.
Aku mendengarnya dengan
perasaan tak menentu.
Kenapa ini datangnya dari
lelaki yang bukan semestinya kusayangi. Mengapa
kenikmatan ini kualami
bersama mertuaku sendiri,
bukan dari anaknya yang
menjadi suamiku...????. Tanpa
terasa air mata menitik jatuh ke pipi. Mertuaku terkejut
melihat ini. Ia nampak begitu
khawatir melihatku
menangis.
"Novi sayang, kenapa
menangis?" bisiknya buru- buru.
"Maafkan Bapak kalau telah
membuatmu menderita..",
lanjutnya seraya memeluk
dan mengelus-elus rambutku
dengan penuh kasih sayang. Aku semakin sedih
merasakan ini. Tetapi ini
bukan hanya salahnya. Aku
pun berandil besar dalam
kesalahan ini. Aku tidak bisa
menyalahkannya saja. Aku harus jujur dan adil
menyikapinya.
"Bapak tidak salah. Novi yang
salah..", kataku kemudian.
"Tidak sayang. Bapak yang
salah...", katanya besikeras. "Kita, Yah. Kita sama-sama
salah", kataku sekaligus
memintanya untuk tidak
memperdebatkan masalah ini
lagi.
"Terima kasih sayang", kata mertuaku seraya menciumi
wajah dan bibirku.
Kurasakan ciumannya di
bibirku berhasil
membangkitkan kembali
gairahku. Aku masih penasaran dengannya. Sampai
saat ini mertuaku belum juga
mencapai puncaknya. Aku
seperti mempunyai utang
yang belum terbayar. Kali ini
aku bertekad keras untuk membuatnya mengalami
kenikmatan seperti apa yang
telah ia berikan kepadaku.
Aku tak sadar kenapa diriku
jadi begitu antusias untuk
melakukannya dengan sepenuh hati. Biarlah terjadi
seperti ini, toh mertuaku
tidak akan selamanya berada
di sini. Ia harus pulang ke
Amerika. Aku berjanji pada
diriku sendiri, ini merupakan yang terakhir kalinya.
Timbulnya pikiran ini
membuatku semakin
bergairah. Apalagi sejak tadi
mertuaku terus-terusan
menggerakan kontolnya di dalam memekku. Tiba-tiba
saja aku jadi beringas.
Kudorong tubuh mertuaku
hingga terlentang. Aku
langsung menindihnya dan
menicumi wajah, bibir dan sekujur tubuhnya.
Kembali kuselomoti batang
kontolnya yang tegak bagai
tiang pancang beton itu.
Lidahku menjilat-jilat,
mulutku mengemut-emut. Tanganku mengocok-ngocok
batangnya.
Kulirik kewajah mertuaku
kelihatannya menyukai
perubahanku ini. Belum
sempat ia akan mengucapkan sesuatu, aku langsung
berjongkok dengan kedua
kaki bertumpu pada lutut dan
masing-masing berada di
samping kiri dan kanan tubuh
mertuaku. Selangkanganku berada persis di atas
batangnya.
"Akh sayang!" pekik
mertuaku tertahan ketika
batangnya kubimbing
memasuki liang memekku. Tubuhku turun perlahan-
lahan, menelan habis seluruh
batangnya. Selanjutnya aku
bergerak seperti sedang
menunggang kuda. Tubuhku
melonjak-lonjak seperti kuda binal yang sedang birahi.
Aku tak ubahnya seperti
pelacur yang sedang
memberikan kepuasan
kepada hidung belang. Tetapi
aku tak perduli. Aku terus berpacu. Pinggulku bergerak
turun naik, sambil sekali-
sekali meliuk seperti ular.
Gerakan pinggulku persis
seperti penyanyi dangdut
dengan gaya ngebor, ngecor, patah-patah, bergetar dan
entah gaya apalagi. Pokoknya
malam itu aku mengeluarkan
semua jurus yang kumiliki
dan khusus kupersembahkan
kepada ayah mertuaku sendiri!
"Ooohh... oohhhh...
oooouugghh.. Noviiiii.., luar
biasa.....!!!" jerit mertuaku
merasakan hebatnya
permainanku. Pinggulku mengaduk-aduk
lincah, mengulek liar tanpa
henti. Tangan mertuaku
mencengkeram kedua buah
dadaku, diremas dan dipilin-
pilin, sehingga air susuku keluar jatuh membasahi
dadanya.
Ia lalu bangkit setengah
duduk. Wajahnya
dibenamkan ke atas dadaku.
Menjilat-jilat seluruh permukaan dadaku yang
berlumuran air susuku dan
akhirnya menciumi putting
susuku. Menghisapnya kuat-
kuat sambil meremas-remas
menyedot air susuku sebanyak-banyaknya.
Kami berdua saling berlomba
memberi kepuasan. Kami
tidak lagi merasakan
dinginnya udara meski
kamarku menggunakan AC. Tubuh kami bersimbah peluh,
membuat tubuh kami jadi
lengket satu sama lain. Aku
berkutat mengaduk-aduk
pinggulku. Mertuaku
menggoyangkan pantatnya. Kurasakan tusukan kontolnya
semakin cepat seiring dengan
liukan pinggulku yang tak
kalah cepatnya. Permain kami
semakin meningkat dahsyat.
Sprei ranjangku sudah tak karuan bentuknya, selimut
dan bantal serta guling
terlempar berserakan di lantai
akibat pergulatan kami yang
bertambah liar dan tak
terkendali. Kurasakan mertuaku mulai
memperlihatkan tanda-tanda.
Aku semakin bersemangat
memacu pinggulku untuk
bergoyang. Mungkin
goyangan pinggulku akan membuat iri para penyanyi
dangdut saat ini. Tak selang
beberapa detik kemudian, aku
pun merasakan desakan yang
sama. Aku tak ingin
terkalahkan kali ini. Kuingin ia pun merasakannya. Tekadku
semakin kuat. Aku terus
memacu sambil menjerit-jerit
histeris. Aku sudah tak
perduli suaraku akan
terdengar kemana-mana. Kali ini aku harus menang!
Upayaku ternyata tidak
percuma.
Kurasakan tubuh mertuaku
mulai mengejang-ngejang. Ia
mengerang panjang. Menggeram seperti harimau
terluka. Aku pun merintih
persis kuda betina binal yang
sedang birahi.
"Eerrgghh..
ooooo....ooooooo..... oooooouugghhhhhh..!!!!"
mertuaku berteriak panjang.
Tubuhnya menghentak-
hentak liar. Tubuhku terbawa
goncangannya. Aku
memeluknya erat-erat agar jangan sampai terpental oleh
goncangannya. Mendadak aku
merasakan semburan dahsyat
menyirami seluruh relung
vaginaku. Semprotannya
begitu kuat dan banyak membanjiri liangku. Akupun
rasanya tidak kuat lagi
menahan desakan dalam
diriku. Sambil mendesakan
pinggulku kuat-kuat, aku
berteriak panjang saat mencapai puncak kenikmatan
berbarengan dengan ayah
mertuaku.
Tubuh kami bergulingan di
atas ranjang sambil
berpelukan erat. Saking dahsyatnya, tubuh kami
terjatuh dari ranjang.
Untunglah ranjang itu tidak
terlalu tinggi dan permukaan
lantainya tertutup permadani
tebal yang empuk sehingga kami tidak sampai terkilir
atau terluka.
"Oooooogggghhhhhhh..
yaahh..,nik....nikkkk
nikmaatthh.... yaaahhhh..!!!!"
jeritku tak tertahankan. Tulang-tulangku serasa lolos
dari persendiannya. Tubuhku
lunglai, lemas tak bertenaga
terkuras habis dalam
pergulatan yang ternyata
memakan waktu lebih dari 2 jam!
Gila! Jeritku dalam hati. Belum
pernah rasanya aku bercinta
sampai sedemikian lamanya.
Aku hanya bisa memeluknya
menikmati sisa-sisa kepuasan. Perasaanku tiba-tiba terusik.
Sepertinya aku mendengar
sesuatu dari luar pintu kamar,
kayaknya si Inah.... Karena
mendengar suara ribut-ribut
dari kamar, rupanya ia datang untuk mengintip.... tapi aku
sudah terlalu lelah untuk
memperhatikannya dan
akhirnya tertidur dalam
pelukan mertuaku,
melupakan semua konsekuensi dari peristiwa di
sore ini di kemudian hari.....